Kemendagri Ancam Beri Sanksi Lebih Berat ke Kepala Daerah yang Bebal soal Protokol Kesehatan

JAKARTA (CN)-  Teguran yang dilayangkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kepada kepala daerah yang ciptakan kerumunan saat pendaftaran Pilkada 2020 adalah teguran serius.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar mengatakan, jika melanggar lagi, para kepala daerah petahana itu akan diberi sanksi lebih berat. Bahkan, menurut Bahtiar, mereka dapat didiskualifikasi.

“Untuk yang sudah diperingatkan sudah ditegur dan sebagainya masih bebal juga, ini kita pikirkan sanksi selanjutnya,” kata Bahtiar melalui keterangan tertulis dikutip dari Kompas.com, Selasa (8/9/2020).

“Ekstremnya kalau di Pilkada itu ibarat pertandingan bola, Anda tidak boleh melawan wasit saat bertanding, bisa dikeluarkan dari lapangan pertandingan, dicoret begitu,” tutur dia.

Bahtiar mengatakan, sejak awal, pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilihan sepakat melanjutkan Pilkada dengan mengutamakan keselamatan warga negara.

Oleh karenanya, meski digelar di tengah pandemi Covid-19, protokol kesehatan dibuat sedemikian rupa agar Pilkada tak jadi media penularan virus.

Aturan mengenai prosedur pendaftaran peserta Pilkada juga telah diatur dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang perubahan PKPU Nomor 6 Tahun 2020. Pasal 49 Ayat (3) menyebutkan, pendaftaran peserta Pilkada hanya boleh dihadiri ketua dan sekretaris partai politik, atau bakal pasangan calon.

“Jadi tidak boleh ramai-ramai” ujar Bahtiar.

Bahtiar mengatakan, tak ada toleransi sedikit pun bagi kandidat kepala daerah yang melanggar aturan protokol kesehatan.

“Anda bayangkan bahwa orang-orang seperti ini yang mengetahui aturan dan sudah tahu bahwa bahayanya Covid-19, kalau orang ini nantinya terpilih, anda bisa bayangkan akan jadi apa daerah itu tahun 2021,” tuturnya.

Bahtiar melanjutkan, persoalan ini bukan tentang siapa bakal calon yang melanggar, melainkan pencegahan terhadap perilaku pelanggaran.

Meski Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) belum dapat memberikan sanksi lantaran bakal calon belum ditetapkan sebagai calon kepala daerah, kata dia, ada ketentuan perundang-undangan lainnya yang bisa digunakan aparat keamanan untuk menindak pelanggar protokol kesehatan dalam tahapan pendaftaran peserta Pilkada ini.

“Untuk penegakan hukum bisa saja di antara mereka, bisa saja misalnya kalau ada hukum pidana, pidana kesehatan, nah bisa dilanjutkan proses hukum aparat penegak hukum, dalam hal ini aparat kepolisian dan seterusnya,” kata Bahtiar.

Sebelumnya diberitakan, Mendagri Tito Karnavian melayangkan teguran keras kepada 51 kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Hampir semuanya ditegur karena menyebabkan kerumunan massa dalam tahapan Pilkada 2020.

“Mendagri sudah tegur keras sebanyak 50 bupati/wakil bupati dan wali kota dan wakil wali kota. Kemudian juga satu gubernur karena tak patuh protokol kesehatan,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/9/2020).

Sementara menurut Bawaslu, ada 243 dugaan pelanggaran yang dilakukan bakal calon kepala daerah selama 2 hari pendaftaran Pilkada. Data itu dihimpun Bawaslu hingga Sabtu (5/9/2020).

Dugaan pelanggaran ini berkaitan dengan aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang berlaku selama masa pendaftaran.

“Hari pertama 141 (dugaan pelanggaran), hari kedua 102,” kata Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/9/2020) malam.

Fritz menyebut, para bapaslon diduga melanggar aturan karena umumnya membawa massa saat mendaftar ke KPU. Ada pula bapaslon yang ketika mendaftar tak membawa surat hasil tes PCR atau swab test.

Setelah pendaftaran peserta ditutup, tahapan Pilkada 2020 akan dilanjutkan dengan penetapan paslon pada 23 September.

Sementara, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan digelar serentak pada 9 Desember.

Adapun Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.