Sidang Lanjutan Penggarapan Lahan TNTN * Dua Saksi Ahli Sebut Dakwaan JPU Kabur*

Saksi ahli pidana Dr Zulkarnain SH, MH Fakultas Hukum UIR memberikan keterangan dalam pelaksanaan sidang lanjutan kasus penggarapan lahan di kawasan TNTN di PN Pelalawan, Kamis (9/9/2021) sore.(ibn)

PELALAWAN(CN) – Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan kembali menggelar sidang lanjutan kasus menggarap  kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Desa Kusuma Kecamatan, Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan.   

Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Abraham Van Vollen Hoven Ginting sekaligus Wakil Ketua PN Pelalawan, didampingi dua hakim anggota dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa, Jamanatar Hutapea, Kamis (9/9) sore. 

 Tampak terlihat dalam sidang yang digelar dengan menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pelalawan, Rahmad dan tim kuasa hukum terdakwa dari kantor hukum dan mediator, Rolan L Pangaribuan. 

Sidang kali ini menghadirkan dua saksi terdakwa, yakni ahli tata ruang Dr (c) Riyadi Mustofa SE MSi dari Universitas Negeri Riau (UNRI) dan ahli Pidana, Dr Zulkarnain SH, MH dari Universitas Islam Riau (UIR) yang hadir di ruang sidang memberikan keterangan.     

Ahli tata ruang, Dr (c) Riyadi Mustofa SE MSi menuturkan pendapatnya bahwa melakukan kegiatan di kawasan hutan tidak serta merta harus di berikan sanksi hukum. Tapi bisa diberikan berupa sanksi denda, termasuk apa yang di lakukan terdakwa Jamanatar Hutapea yang kini dititip dalam tahanan Polres Pelalawan.

“Jadi, seharusnya permasalahan ini, terdakwa tidak harus dihukum badan yakni hukuman penjara. Tapi, bisa dikenakan sanksi administrasi. Yakni pembayaran denda ataupun paksaan pemerintah hingga pencabutan izin. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 11 tahun  2020 tentang Cipta Kerja ,” ujarnya. 

Sementara itu, saksi ahli pidana, Dr Zulkarnain SH MH, dalam keterangan di persidangan menegaskan, dakwaan yang disampaikan jaksa sebelumnya tidak lengkap dan kabur. 

“Jadi dakwaan ini tidak lengkap dan kabur. Sehingga patut ditolak dan terdakwa tidak bisa langsung di vonis bersalah. Begitu penyitaan barang bukti yang tak sesuai standar oerasional prosedur (SOP),” ujar ahli saat menjawab pertanyaan tim kuasa hukum terdakwa.

Kata ahli pidana ini, syarat materil tidak digabungkan itu kabur demi hukum yang pertama, yakni mestinya memasukkan pasal di sinikan bahwasanya tanah ini milik ulayat.

“Terdakwa ini membeli tanah tanah di situ dan berikut ini yang mengambil titik koordinat Dinas Lingkungan Hidup dan tidak memiliki sertifikasi saharusnya yang mengambil titik koordinat itu harus memiliki surat sertifikasi khusus baru diakui negara. Terus membawa alat berat masuk oleh terdakwa disita, mestinya pihak pengadilan berhak menyita alat berat terdakwa dan barang itu tidak boleh dirusak. Ini alat berat dirusak, dan beberapa item rusak,” jelasnya.

“Mestinya, terdakwa didudukkan dulu legal standing. Apalagi terdakwa memiliki surat tanah jual beli bathin tidak ada bunyikan plang batas bawasnya itu lahan milik negara,” sebutnya.

Setelah mendengarkan kesaksian dua ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa. Majelis hakim menunda sidang, Kamis (16/9) pekan depan. Terkait kasus yang menjerat terdakwa Jamanatar Hutapea menggarap kawasan TNTN.

Sebelumnya, Jamanatar Hutapea di dakwa telah membawa alat-alat berat atau alat lainnya yang lazim atau patut diduga digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan atau mengangkut hasil kebun di lahan ulayat yang telah dibelinya dari bathin di Desa Kusuma Kecamatan Pangkalan Kuras.

Namun, unit Reskrim Polsek Langgam menangkap terdakwa karena menilai lahan yang digarap terdakwa masuk dalam kawasan hutan TNTN tanpa izin dari pemerintah pusat, dan undang – undang konservasi sumber daya alam (KSDA). Sehingga terdakwa langsung ditangkap dan dipenjara. Begitu juga alat berat milik terdakwa juga disita tanpa mempertimbangkan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

“Kita berharap dengan ahli yang telah dihadirkan, Hakim dapat memutus secara objektif, sehingga terdakwa dibebaskan dari jeratan hukum,” sebut perwakilan tim kuasa hukum terdakwa, Robi Mardiko saat ditemui lepas sidang.

Sementara itu, JPU Kejari Pelalawan, Rahmad SH, menjelaskan, dakwaan pihaknya tidak kabur dan sudah layak untuk dibuktikan di persidangan.  Sedangkan terkait UU Cipta Kerja, tidak semua poinnya hanya sanksi administrasi. Tapi juga ada sanksi pidana.

“Dan terkait masalah tanah ulayat, ini perlu pembuktiaan melalui tahapan proses persidangan yang nantinya akan diputuskan oleh Majelis Halim,” tuturnya.

Lanjut Rahmat, sebelumnya eksepsi penasehat hukum terdakwa sudah ditolak oleh Majelis Hakim melalui sidang agenda putusan sela. Pasalnya, Majelis Hakim menilai dakwaan JPU sudah dianggap lengkap dan memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke proses pembuktian melalui persidangan pembuktian materi. 
“Intinya, dakwaan kami sudah diterima Majelis Hakim karena telah memenuhi persyaratan yang lengkap,” tutupnya. (ibn)